JAKARTA, KOMPAS.com – Setelah direvitalisasi dan kembali diresmikan pada 2014, Terminal Manggarai disebut-sebut sebagai percontohan terminal modern.
Salah satu bentuk fasilitas baru di terminal itu adalah ubin kuning yang disusun membentuk garis. Ubin yang membentuk garis kuning tersebut memiliki pola 36 titik.
Lantas, untuk apa ubin kuning tersebut?
Rupanya, garis berwarna kuning tersebut biasa disebut guiding block atau jalan pemandu yang merupakan fasilitas bagi penyandang disabilitas, khususnya tunanetra.
Selain di terminal, fasilitas seperti itu ditemui di trotoar jalan atau fasilitas publik semacam stasiun dan gedung perkantoran.
Selain di Terminal Manggarai, Kompas.com mendapati garis kuning serupa di Stasiun Bogor. Bedanya, di stasiun ini ada dua pola ubin kuning. Selain yang bertekstur titik, ada pula ubin yag bergaris.
“Memang ada kebutuhan untuk penyandang disabilitas. Makanya kami sediakan fasilitas terbaru, yakni guiding block,” ujar Kepala Stasiun Bogor Sugihartanto ditemui Jumat (20/1/2017).
Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 30 Tahun 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, jalur itu memandu penyandang disabilitas untuk berjalan memanfaatkan tekstur ubin.
Pola titik untuk peringatan berhenti, sedangkan pola garis untuk petunjuk agar jalan terus. Guiding block ini tak sembarangan dibuat.
Ada kontur standar yang diterapkan sehingga mudah dikenali oleh penyandang disabilitas. Dengan demikian, mereka diharapkan bisa jalan berdampingan dengan pejalan kaki pada umumnya.
“Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan ubin lainnya, maka (pada ubin pemandu dapat) diberi warna kuning atau jingga,” demikian bunyi salah satu persyaratan dalam peraturan tersebut.
Adapun jalur-jalur yang harus dilengkapi dengan ubin bertekstur itu adalah jalur lalu-lintas kendaraan, di depan pintu masuk dan keluar menuju tangga, di depan pintu masuk dan keluar terminal transportasi umum, di pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan, serta di fasilitas publik menuju stasiun transportasi umum terdekat.
Pada dasarnya, Permen PU No. 30 Tahun 2006 ini dibuat untuk melaksanakan peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang (UU) No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 tahun 2005.
Peraturan itu menyatakan bahwa bangunan gedung kecuali rumah tinggal dan rumah deret sederhana diamanatkan memiliki fasilitas dan aksesibilitas untuk memudahkan penyandang disabilitas dan lanjut usia beraktivitas.
Belum tahu
Kompas.com mencoba melakukan survei sederhana pada pengunjung Terminal Manggarai. Mereka adalah orang-orang yang bersedia ditanya dan berlalu-lalang mulai pukul 16.30 sampai 17.20.
Pada jam-jam tersebut, didapati 10 orang dengan rentang usia 16-64 tahun. Dari sejumlah orang itu, 9 di antaranya belum mengetahui benar arti dan fungsi garis kuning tersebut.
“Garis petunjuk jalan, misalnya mau ke mana, kanan, kiri, atau bawah. Petunjuknya pakai garis itu,” ujar Otong Taryo (64) setelah terlihat memakai jalur tersebut saat berjalan, Kamis (19/1/2016).

Seorang karyawan swasta, Rina (30), menyampaikan hal senada. “Garis penunjuk jalan untuk pengguna terminal,” jawabnya saat ditanya.Ia mengira, jalur itu adalah variasi penunjuk jalan. “Sebenarnya mending pakai tanda panah,” ujar Rina lagi.
Kebanyakan pengunjung tidak mengetahui fungsi jalur kuning tersebut. Beberapa pengunjung mengaku tidak tahu karena baru beberapa kali melewati terminal.
“Saya baru di sini (Jakarta). Jadi belum tahu,” ujar Chen (16), siswa SMA.
Kendati demikian, ada juga pengunjung Terminal Manggarai yang tahu fungsi garis kuning itu. “Jalurnya tunanetra. Benar kan?” ujar Sandi (23) tak yakin.
Kurang sosialisasi
Mengenai banyaknya pengunjung terminal yang belum mengetahui fungsi garis kuning ini, pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, mengatakan bahwa pangkal ketidaktahuan masyarakat adalah kurangnya sosialisasi.
“Banyak yang mengira jalur panduan (khusus penyandang disabilitas) itu hanya variasi di jalanan,” ujarnya dihubungi Kompas.com, Senin (23/1/2017).
Sekali waktu, kata Djoko, ia pernah membuat film pendek soal potret guiding block. Kemudian, film itu ia bagikan kepada teman-teman melalui aplikasi WhatsApp.
“Ternyata 75 persen di antaranya belum pernah tahu,” kata dia.
Ia juga menilai, sosialisasi ini penting dilakukan agar masyarakat tahu fungsi dan tujuan jalur panduan jalan bagi penyandang disabilitas itu. Dengan begitu, mereka akan ikut menjaga agar jalur itu tepat fungsi.
“Jangankan masyarakat, konsultan dan kontraktor pembangunan juga mesti tahu. Masa masih ada jalur pemandu yang terputus di tengah karena ada tiang (listrik) terbangun,” ujar dia.
Penulis | : Sri Noviyanti |
Editor | : Icha Rastika |